narendrahata dalam jurnal
Aku tenggelam dalam lamunanku, sore itu diselasar teras depan rumah kita
Mataku menerawang jauuh kedalam hutan hutan kejadian peristiwa masalalu. Menyingkap onak menyingsing perdu, kisahku dan kau tak semulus para pasang kekasih lainnya penuh haru biru nespata dan sembilu.
Pada saat itu umurku masih belum seberapa terlalu muda rasanya untuk mengenal dan mendapat anugerah dari rabbku yang dinamakan cinta. Tepatnya dipenghujung delapan belas tahun akhir bulan november tahun 2018.
Saat itu hati dan jiwaku sedang bergemuruh penuh dengan patah yang kupaksa tumbuh menghijau subur meski aku sadar pondasi pondasi hidupku yang tidak sebegitu kuat kembali rimpang dan rapuh. Dengan penuh kepercayaan diriku, aku ingin menunjukan pada sesiapa diluar sana siapa namaku dengan tertatih sedikit menggebu ada hujan di dalam hatiku. Bersyukurnya tuhan berkenan memberiku kepercayaan isi kepala yang tidak terlalu bebal pun lain daripadanya ada pula banyak peristiwa yang aku lalui sebelum hari itu tentang sunyi, mencari, membuang diri dan tidak berarti. Menitip kesana kemari harap dan cita dengan sembarang sembrono tanpa pertimbangan matang dan kecewa yang didapati. Namun ku karap kau memaklumi karena ia hanya gadis kecil yang tumbuh dengan bersikukuh tidak akan menangis sepanjang hidupnya, gadis kecil yang tumbuh kembang isi kepalanya tidak misteri dan tidak diketahui bahkan dirinya sendiri. Kalang kabut terombang ambing di semesta yang menurutnya aneh dan tidak seperti yang diceritakan oleh teman temannya ketika masuk sekolah pasca liburan seperti semestinya.
November itu aku bergegas menemui semua orang meyakinkan mereka bahwa aku pantas mengikuti training bergengsi tingkat nasional di suatu kota entah aku tidak tahu dimana tepatnya. Yang aku ketahui adalah aku ingin menjadi perempuan yang dianggap pantas dan cerdas tidak cantik lemah gemulai namun lugas dan beringas.
Kenalkan namaku hanum asal kota blitar kota yang tidak begitu luas serta pantai selatan menjadi batas. Malam itu ada banyak sekali debat diantara abang abangku dan saudara tuanya yang menolaku untuk berangkat ke studi singkat itu, bentak nada tinggi meja di gebrak sesekali sesengguk tangis perempuan menghiasi. Aku dengan takut takut masih mendengar sedikit katanya " Hanum cuma anak kemarin sore, belum pantas dan mampu untuk studi di tingkat itu"
Kemudian sahutan nada laki laki meninggi "mbak aku yang paling tahu kemampuan adiku, aku yang paling tahu kekuatan mentalnya, mba gausah sok tahu. Jangan menghentikan proses adikku hanya karena kau telat berproses kemudian mengkerdilkan adikku". Lantas aku diam sedikit geram dan api api didadaku menggelora menolak padam, secepat kilat aku izin pulang merenung menyelesaikan makalahku sebagai persyratan, aku berjanji akan membanggakan orang orang yang mempercayaiku menjadi tamengku paling depan dan garang.
Singkat cerita aku berangkat pada sore itu diantar gerimis beserta beberapa kakak tingkatku, kami berlima menuju stasiun dengan drama tiket hampir hilang. Dadaku berdegub tak keruan benarkan jalan yang kupilih ini? Kataku dalam hati yang mulai bimbang, namun mau bagaimana lagi aku sudah lancang menentang maka tidak ada pilihan lain kecuali berangkat dan pulang dengan terhormat. Tujuan kami surabaya distasiun yang dekat dengan terminal bungurasih, aku dengan jaket hijauku tersenyum beriringan dengan lelah karena duduk berjamjam di kereta ekonomi. Kamudisn kami sembari menunggu kawan dari temanku yang bersedia menjemput mengantar ke terminal bungurasih makan dan minum bekal yang kami bawa. Beberapa orang anak muda seusiaku ada yang lebih tua sedikit diatasku datang dengan motor beserts helmnya kemudian berbincang sedikit lalu mengantar kami ke tujuan berikutnya.
Bungurasih, atau terminal purabaya. Tapi aku lebih suka menyebutnya dengan Bungurasih karena ada kata asih yang menurutku cantik dan lebih filosofis saja. Kemudian kami memilih dan membeli tiket bis kearah Madura, pulau di seberang sana dalam hatiku sedikit takut takut karena menurut beberapa tutur cerita orang madura keras dan kasar, tapi tak mengapa aku sudah berniat dan bertekat bulat menjadi salah satu peserts di studi bergengsi itu. Kukabari seniorku dan panitia disana bahwa kami sudah diperjalanan menuju pulau seberang, ada beberaps kontak yang dikirim oleh sebiorku di blitar aku dengan sembarang memilih salah satunya namanya janu dengan sopan aku mulai mengiriminya pesan teks singkat " Assalamualaikum selamat malam nda, mohon maaf mengganggu saya hanum dari blitar salah satu peserta yang akan mengikuti studi di bangkalan, menyampaikan kabar bahwa kami sudah dalam perjalanan ke madura"
Selang beberapa waktu balasan pesanku masuk "waalaikumsalam dinda, ada berapa orang?" Lagi kubalas "kami berlima nda, oh iya nanti kami kiranya harus turun dimana ya nda?"
Lama sekali ia membalas kataku dalam hati yang mulai jemu kemudian pesan itu masuk lagi "oke, turun di tangkel saja, nanti biar dijemput"
Kubilanh dengan santun mengucap terimakasih dan mencoba tertidur, namun tidak bisa maka kuedarkan pandang keluar jendela bis malam itu ada banyak lampu lampu kuning menyorot dan berpendar indah sekali selayak kunang raksasa sedang berenang dibawah lautan lepas yang gelap.
Kami turun dari bis yang masih sedikit berayun sembari menenteng barang barang yang kami bawa dari kota kami, barang pribadi barang titipan serta barang persyaratan studi. Kemudian kembali kuhubungi panitis yang bernama janu kukabari bahwa aku sudah sampai di daerah yang gersang bernama tangkel, sepi tidak berpenghuni namun ramai lalu lalang jalanan tiada henti, agak takut takut mulai mengerubungi beberapa pasang mata laki laki paruh baya menggerayangi bayang bayang kami. Kemudian dengan berinisiatif dan impulsif kami pindah bergeser di pos polisi seberang jalan, menunggu menunggu yang ditunggub tak kunjung datang sampai aku jengkel dibuatnya. Kupakss diriku untuk sedikit bersabar dengan letih dsn menggerutu tentunya, kemudian ponselku berdenting ia bertanya dimana posisi tepatku berdiri, kubilang disebelah sini dipos polisi yang ada mobil tua ringsek diatasnya. Selang beberapa saat mobil warna hitam menghampiri agak jauh beberapa meter disebelah kiri. Aahh akhirnya dia datang juga dengan jengkel kutenteng lagi barangb barang yang kubawa dengan sedikit berjalan santai. Kami bertemu saling menyapa dan menyalami ia bertanya hanum yang mana aku berjalan lunglai paling belakang menhampiri dan bilang "saya nda hanum yang tadi mengabari" sembari menyodorkan tangan berjabat dengan santai tidak menatap matanya karena sibuk menggerutu mengantuk dan pegak pegal di sana sini tapi tetap saja kulempar senyum formalitas agar aku tidak memberikan kesan buruk di pertemuan pertama kami.
Kemudian dengan bergegas kami masuk ke dalan mobil satu satu bergantuian memenuhi ruang kosong dan aku dibelakang, yap menjengkelkan sekali tapi tidak kuambil pusing langsung saja aku melipat kaki menekuk leher menyelimuti tas dengan tubuhku. Berbicara sedikit sekali karena oerlu kuukangi bahwa aku capek sekali. Capek sekali.
Bersambung, besok lagi......
Komentar
Posting Komentar