Kuantar Dengan Sendiriku Karena Aku Ksatria

 

Kamis, 10 Februari 2022


Candra Manikku



Agar ia menjadi memori

Bahwa aku pernah sekuat beton besi

Dihujani air mata sendiri

Ditertawai cermin kamar penuh puisi


Agar ia menjadi proyeksi

Nada sendu melankoli

Namaku mengalir diantara serapah sangsi

Jual beli rapal mantra, transaksi tatap mata nanar menari


Tidak, itu bukanlah apa

Kuecer kata kataku berisi rindu

Tidak, itu bukanlah apa

Kugadai rengek pinta seraya harga diriku

Tidak, itu bukanlah apa

Kujual sebagian rasio dan emosi

Tidak, itu bukanlah apa

Pada bulan september sore hari

Dengan bergetar sembari merobek kulit ari

Aku dibantai dengan pemilik tanah yang kusemai


Masih hati aku berjalan beriringan dupa maharaja

Melukat, membereskan bercak nodamu dengan teliti dengan air mataku

Mengangkatmu tinggi diatas ubun ubunku

Mengantarmu kembali dengan menutup matamu, agar kau tak kembali


Tuhan, pemilik tanah itu tak mengerti

Bagaimana dibawah sini ada cita dan mimpi

Tuhan, pemilik tanah itu tidak mengerti 

Bagaimana disebelah sini ada gegap gempita rinai dirayakan

Padahal bertahun tahun mati menjelma punden runtuh berantakan 


Kuantar ia dengan sendiriku

Karena aku ksatria

Kuantar ia dengan segenap sisa sehatku

Karena aku nyaris menggila

Kuantar ia dengan seluruh ruhku diatas ambang tiada

Karena ia menggantikan semestas raya


Sudah sampai didepan pintu 

Aku ketuk papan kayu

Lari tunggang langgang bawa belenggu

Meraih cawan dahagaku


Tapi tiada tidak ada

Ia kemana

Tanpa sadar 

Aku tak berbusana


Sudah kulucuti semuaku

Untuk terus menemanimu

Tanpa sedikit jemu

Memastikan kau baik bahagia seluruhmu


Aku ingin pulang sore itu

Tapi kau rumahku

Aku menggigil kehujanan

Tapi kau satu satunya tempat teduhku


Disana diwartel warna hijau zamrud

Kutelepon Tuhanku

Menyambung

Tiada jawaban


Aku kembali diantara semak perdu

Mengapitkan diriku bersamaan duri mawar merah yang pernah salah satunya kuberi padamu

Sesuatu yang hidup, pernah menghidupiku dengan jelma


Aku demam

Tapi ingat wajahmu

Aku nyeri ulu hati

Tapi lupa dimana kusimpan


Sementara hampir subuh

Aku pucat pasi kehilangan darahku

Kucari cari dimana lukanya menganga

Tak ketemu


Tapi aku lupa siapa aku

Aku lupa namaku

Pasuryanmu juga buram

Hanya titik titik banyak yang abu


Kupejamkan mata

Kutanya dikedalaman palung sukmaku

Ada arah menujumu

Kau ketemu


Disini sebelah kiri dadaku

Aku lupa, tak ingat

Tapi itu kau ruhmu, atmanmu

Aku tidak pernah salah mengenalimu


Sudah ketemukan

Esok paginya masih gerimis

Aku ingat siapa diriku

Tapi tidak dengan namaku


Kemudian aku berjalan berlari

Melompat terjatuh berdiri lagi

Terbang tenggelam menyusuri

Di pasetran yang nyenyat sepi


Gusti, ia kinasihku

Candra manikku

Gusti, ia lelaki manisku

Teduh dan permaiku


Suatu hari izinkan aku temu

Untuk memberi yang tersisa dari hidup yang kau titip di tiupan ruhmu

Pada ia yang menhangatkanku padaMu

Suatu hari izinkan aku memilikinya sedetik saja sekedar sebagai satu satunya yang paling utuh dalam kehidupanku.

Komentar

Postingan Populer